Vonis Bebas Jonas Salean, Araksi Minta MA Copot 3 Hakim Tipikor Kupang

 

Kupang, Jejakhukumindonesia.com, Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) mencopot alias memindahkan 3 orang hakim yang mengadili dugaan kasus korupsi pengalihan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang yang memvonis bebas mantan Walikota Kupang, Jonas Salen.


Demikian disampaikan Ketua Araksi NTT, Alfred Baun dalam Jumpa Pers pada Senin (23/3/2021) di Sekretariat Araksi di bilangan Oeba, Kota Kupang.


“Kami minta Ketua MA mencopot dan memindahkan 3 orang hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi pengalihan aset Pemkot Kupang dengan terdakwa Jonas Salean. Vonis bebas ini memberikan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di NTT. Karena itu, Araksi minta mereka dicopot mereka dari hakim Tipikor dan dipindahkan dari NTT,” tandas Alfred Baun.


Menurut Alfred, kasus dugaan pengalihan aset tersebut sudah terang-benderang di mata masyarakat NTT.  “Masyarakat tahu betul bahwa ada pengalihan kekayaan daerah/negara kepada para pejabat dan 9 orang keluarga Jonas Salean. Tapi sangat mengherankan, terdakwa divonis bebas dengan dalih tidak ada kerugian negara dalam bentuk uang.  Ini dalil hukum yang menyesatkan,” ujarnya.


Alfred mempertanyakan tentang pemahaman Majelis Hakim tentang kekayaan/aset daerah/negara dan kerugian negara.  “Apakah kekayaan/aset daerah/negara itu tidak bernilai (dalam bentuk rupiah, red)? Apakah aset daerah yang hilang karena dipindahtangankan secara tidak benar, tidak mengurangi atau merugikan kekayaan daerah/negara? Yang benar saja. Vonis ini sangat mencederai semangat pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya di Indonesia,” tandasnya.


Alfred menjelaskan, dalam vonis majelis hakim Tipikor Kupang yang membebaskan Jonas Salean, 2 orang hakim (Ari Prabowo dan Liwar Mbani Awang) menyatakan Jonas Salean tidak terbukti melakukan korupsi. Sedangkan 1 orang hakim (Ibnu Kholik) menyatakan Jonas Terbukti Korupsi. “Dua lawan satu, dan akhirnya Jonas menang.  Terhadap putusan ini JPU langsung menyatakan Kasasi ke MA. Jadi perkara ini belum berkekuatan hukum tetap,” ujarnya. 


Sambil menanti putusan Kasasi, Alfred mengjak masyarakat Kota Kupang dan Indonesia pada umumnya untuk menengok fakta persidangan dalam kasus tersebut. “Tapi lihatlah kepada siapa Jonas membagikan tanah tersebut. 


“Coba kita lihat kepada siapa Jonas Salean memberikan atau mengalihkan tanah yang merupakan ases Pemkot Kupang tersebut. “Dalam dakwaan JPU, kita bisa mengetahui secara detail nama-nama 40 orang penerima tanah kapling yang strategis di depan Hotel Sasando seluas 20.068 m2. Sebanyak 10 orang penerimanya adalah Jonas dan keluarga dekatnya.” Ungkap Alfred.


Mantan anggota DPRD NTT ini mengungkapkan, Jonas dan sembilan orang keluarga dekatnya mendapatkan tanah seluas sekitar 5.000 m2. Ia merincikan :

1. Jonas Salean mendapat tanah kapling seluas 774 m2.

2. Albertina Resdiana Ndapamerang (istri Jonas) mendapatkan tanah seluas 510 m2.

3. Indra Tambengi (menantu) mendapatkan tanah seluas 565 m2.

4. Lukas Doni Satrio (menantu) mendapatkan tanah seluas 512 m2.

5. Yulius Tambengi (menantu) mendapatkan tanah seluas 500 m2.

6. Desak Ketut Sriwahyuni (Ibu kandung Elsar Salean, Keponakan Jonas) mendapatkan tanah 400 m2.

7. dr. Ronald Melviano Louk (keponakan) mendapatkan tanah 400 m2.

8. Jenicol Richard Frans Sine (kerabat dekat Jonas) mendapatkan tanah 400 m2.

9. Dwi Nora Kinirawati (Ipar) mendapatkan tanah seluas 500 m2.

10. Agustina Mariana Saudale (Ipar) mendapatkan tanah 500 m2.


“Secara keseluruhan tanah yang diperoleh Jonas dan keluarganya yakni seluas 5.518 m2. Jaksa juga menguraikan bahwa harga tanah per m2 senilai Rp 3.316.671.  Jika dikalikan dengan luas tanah yang diperoleh Jonas dan keluarganya maka tanah yang diperoleh Jonas Salean dan keluarganya senilai Rp 18.298.061.071.  Apakah nilai tanah ini bukan kerugian negara?” ungkap Alfred.


Meurut Alfred, Hakim Ibu Kholik dalam pertimbangan hukumnya juga terheran-heran dengan fakta tersebut.  “Apalagi Lukas Donny Satrio (Menantu Jonas) berprofesi sebagai pilot dan tidak berdomisili di Kota Kupang,” ujarnya.


Hakim Ibu Kholik, lanjut Alfred, juga menegaskan semua penerima tanah (40 Orang), bukan orang yang tidak mampu secara ekonomi. “Semuanya orang mampu.  Ada wakil walikota, Ketua DPRD, anggota DPRD, pejabat di lingkup Pemkot Kupang, Kepala dan pejabat di Kantor Pertanahan, Kapolda, dll,” bebernya. (hm /tim)

Baca juga