- #
- #PD
- #PDUI#
- Andre Lado
- AURI
- Baksos
- Bansos
- BEDA BUKU
- BI
- BISNIS
- BUMN
- Daerah
- DAMKAR
- DANA DESA
- DPP MOI
- Dprd kota
- DPW MOI Provinsi NTT
- EKONOMI
- ekonomi/kemasyarakatan
- ekonomi/kesehatan
- Ekonomi/kreatif
- HUKRIM
- HUKUM
- HUKUM.
- HUT
- HUT RI
- HUT TNI
- KAMIJO
- KEAMANAN DAN KETERTIBAN
- KEBERSIHAN
- kerja sama
- Kerja sama pemkot
- KERJA SAMA PEMPROV & TNI
- KERJA SAMA PEMPROV DAN TNI
- KESEHATAN
- KESHATAN
- KOMSOS
- komsos TNI
- KOPERASI
- KUNKER
- KURBAN
- MILITER
- MOI NTT
- NASIONAL
- NASONAL
- OLARAGA
- OLARAGAH
- OPINI
- PARAWISATA
- Pelantikan MOI NTT
- pelantikan/karantina
- PEMERINTAH
- Pemkot
- PEMKOT BEDA RUMAH
- PEMKOT DAN TNI
- Pemprov NTT
- pend
- PENDIDIKAN
- perhub
- PERKARA
- pers ntt
- peternakan
- PKK
- PKK KOTA
- PKK KOTA KUPANG
- PMI
- POLDA NTT
- POLITIK
- POLRI
- pramuka
- PROFIL
- pwoin
- pwoin ntt
- PWOIN-NTT
- Rasional
- REGIONAL
- RELIGI
- Ripiah
- SERBA-SERBI
- SEREMONIAL
- TMMD
- TNI
- TNI-POLRI
- TNI/POLRI
HEADLINE
Peringati Sumpah Pemuda ke-96, Pj. Wali Kota Kupang Ajak Pemuda dan Pelajar Bangun Bangsa dan Jaga Kebersihan Lingkungan
Diduga Agunan Kredit Rp 130 Milyar PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT Bodong
Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Diduga 6 (enam) Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah dan lokasi usaha sapi yang dijadikan agunan/jaminan kredit Rp 130 Milyar oleh PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT merupakan milik pihak ketiga yang tidak ada hubungan keluarga dengan para debitur. Agunan milik pihak ketiga (bukan milik PT. Budimas Pundinusa, red) tersebut sengaja digunakan sebagai jaminan untuk memperlancar proses pencairan kredit tersebut dari bank NTT.
Demikian informasi yang dihimpun tim investigasi media ini melalui sumber yang sangat layak dipercaya dan yang tahu persis proses pencairan kredit fiktif tersebut pada Kamis (18/11/2021).
“Ada enam sertifikat (SHM, red) yang dipakai sebagai agunan oleh kredit PT. Budimas Rp 130 M di Bank NTT. Semua sertifikat itu atas nama GE. Anawati Budianto. Tapi hasil penelusuran tim SKAI atas barang jaminan itu (6 SHM, red), tidak ditemukan hubungan keluarga antara GE. Anawati Budianto dengan Dirut PT.Budimas (a.n. Ir. Arudji Wahyono, red) selaku debitur. Itu artinya SHM itu tidak bisa dijadikan jaminan. Tapi kalau pinjamannya sampai cair, pasti ada ‘main mata’ karena Itu agunan bodong,” tegasnya.
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya itu, agunan berupa 6 buah SHM tersebut direkayasa oknum tertentu (baik eksternal maupun internal bank NTT, red) untuk sekedar memenuhi persyaratan administrasi persetujuan dan pencairan kredit Rp 130 Milyar tersebut.
“Itu pun tentu karena ada orang ‘dalam’ yang jadi antek oknum di luar Bank NTT yang punya power untuk menekan agar kredit itu di gol-kan. Tujuan mereka jelas yaitu, ambil atau curi uang bank NTT dan gunakan semau mereka,” ungkapnya.
Sumber itu juga membeberkan, bahwa ada Surat Keterangan dari Notaris Lusia Wilibroda Liliweri SH.,Mkn (Surat Nomor 20/CN/NOT.UMWL/VII/2019, red) yang menerangkan bahwa pada tanggal 24 Juli 2019 telah ditandatangani Akta Jual Beli (AJB) antara PT. Bumitirta (penjual) dengan PT. Budimas (pembeli) tentang penjualan aset tanah milik PT. Bumitirta kepada PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 18,5 Milyar dengan tanda terima tanggal 29 Juli 2019. Transaksi penjualan aset dengan nilai Milyaran tersebut juga diduga bodong atau palsu.
“Uang katanya ditransfer PT. Budimas ke rekening BCA atas nama PT. Bumitirta (penjual) dan Stephen Eko Purwanto. Anehnya, yang menyatakan uang (senilai Rp 18,5 M, red) telah diterima adalah orang lain yang bernama Chenesya, yang setelah ditelusuri, ternyata tidak diketahui hubungannya dengan PT.Bumitirta dan Stephen Eko. Juga tidak ada bukti tranfer uang tersebut,” tegasnya.
Copyan SHM (tanah), lanjutnya, yang menjadi objek jual beli tidak ada sehingga tidak dapat dipastikan keabsahan bukti jual beli tersebut. “Berdasarkan komitmen yang dibuat PT. Budimas Pundinusa, akta jual beli aset tersebut paling lambat akan diserahkan pada tanggal 2 Agustus 2021 ke Bank NTT (sebagai agunan, red). Namun, sampai hari ini dan bahkan sampai kredit itu bermasalah hari ini pun AJB itu belum diserahkan. Itu kan namanya bohong, mafia, penipuan besar-besaran untuk curi atau rampok uang bank NTT,” kritiknya.
Sumber tersebut lanjut mengatakan, “hasil penelusuran SKAI Bank NTT juga menemukan, bahwa laporan on the spot (pantau langsung) lokasi usaha dan jaminan/agunan usaha juga tidak ada.”
Seperti diberitakan sebelumnya (15/11), mantan Direktur Pemasaran Kredit sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Bank Pemerintahan Daerah Nusa Tenggara Timur/Bank NTT, Absalom Sine (AS) dinilai sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas pencairan kredit fiktif senilai Rp 130 Milyar atas nama PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT (Rp 32 M untuk take over kredit dari Bank Artha Graha, Rp 48 M dan penambahan Rp 20 M untuk usaha pembibitan dan penggemukan sapi). AS merupakan pejabat pemutus kredit Bank NTT saat itu, yang diduga memainkan peranan penting dalam pencairan kredit bernilai fantastis tersebut ke PT. Budimas Pundinusa.
Hal tersebut berdasarkan penilaian dan rekomendasi Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) Bank NTT sebagaimana tertuang dalam surat SKAI kepada Kepala Devisi Pemasaran Kredit Komersil & Menengah, Absalom Sine tertanggal 2 Desember 2019, yang ditandatangani oleh Kepala Devisi Pengawasan & SKAI, Christofel S.M.Adoe, tentang hasil pemeriksaan pemberian dan pengelolaan kredit Rp 130 Milyar kepada PT. Budimas Pundinusa.
“Kepada Pejabat Pemutus (pemberian/pencairan kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 130 Milyar, red) dan petugas terkait segera mengambil langkah-langkah penyelamatan kredit dimaksud yang dibuktikan dengan LKN (Lembar Kunjungan Nasabah) sehingga terdokumentasi secara baik,” tulis SKAI.
Sebagaimana isi surat tersebut, SKAI menyampaikan sejumlah catatan dan rekomendasi Kepada Devisi Pemasaran Kredit Komersil dan Menengah selaku pejabat pemutus kredit PT. Budimas Pundinusa (Absalom Sine saat itu, red) dan seluruh pejabat terkait proses analisa kredit dimaksud, agar segera mempertanggungjawabkan pemberian kredit Rp 130 M tersebut paling lambat akhir Desember 2019.
“Kepada petugas kredit dan pejabat pemutus kredit (AS) agar bertanggungjawab terhadap penyelesaian seluruh tunggakan pokok dan bunga dengan melakukan penagihan secara intensif yang dibuktikan dengan LKN paling lambat akhir Desember 2019 sehingga terhindar dari kerugian bank yang lebih besar,” tulis SKAI lebih lanjut.
SKAI juga meminta AS, untuk melengkapi kekurangan pada analisa kelayakan usaha pemberian kredit (oleh pejabat pemutus kredit, red), khususnya terkait Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan pihak ketiga penyedia jasa fire protection & emergency respn service sebagai dasar analisa pemberian kredit kepada debitur (PT. Budimas Pundinusa, red) paling lambat akhir Desember 2019.
AS juga diminta untuk berkoordinasi dengan PT. Budimas Pundinusa selaku debitur untuk memastikan tempat usaha pembibitan dan penggemukan sapi di desa Oesao-Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang serta memastikan usaha PT Budimas itu dicover asuransi kebakaran untuk meminimalisir resiko kerugian.
“Segera melakukan analisa kelayakan usaha (pembibitan dan penggemukan sapi, red) debitur (PT. Budimas Pundinusa, red) berdasarkan 3 pilar sesuai ketentuan yang berlaku terkait penetapan penilaian kualitas kredit,” perintah SKAI kepada pejabat pemutus kredit.
Catatan SKAI untuk AS selaku pejabat pemutus kredit untuk penjadi perhatian selanjutnya, yaitu terkait analisa pemberian kredit, khususnya dengan plafon kredit yang sangat besar, agar dilakukan analisa dan pengkajian secara komprehensif terkait kelayakan usaha yang dibiayai dan kemampuan membayar mengingat potensi resiko kredit yang sangat besar bagi bank, jika debitur (PT. Budimas Pundinusa, red) wanprestasi/gagal bayar dikemudian hari.
Namun, sejak tanggal surat tersebut dikeluarkan yaitu 2 Desember 2019 hingga saat ini, diduga semua penilaian dan rekomendasi oleh SKAI tidak ditindaklanjuti oleh AS selaku Kepala Devisi Pemasaran Kredit Komersil dan Menengah dansekaligus Pejabat Pemutus Kredit. Padahal, saat surat tersebut dikeluarkan, status kredit PT. Budimas Pundinusa sudah call 2 atau dalam perhatian khusus, karena telah menunggak hingga 3 bulan sejak tanggal pencairan kredit (tanggal 4 dan 8 April 2019 dan tanggal 31 Juli 2019, red).
AS, mantan Kepala Devisi Pemasaran Kredit Komersil sekaligus Pejabat Pemutus Kredit terkait kredit PT. Budimas Pundinusa yang dikonfirmasi tim tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Minggu (14/11/2021), tidak menjawab walau telah melihat dan membaca pesan Wartawan.
AS kembali dikonfirmasi tim media ini melalui panggilan telepon selularnya sekitar Pukul 16.30 Wita, Senin (12/11/21) sore tadi namun ia tak menjawab panggilan tersebut. AS juga dikonfirmasi via pesan WA namun tidak merespon sama sekali walaupun pesan tersebut telah dibaca. (jh./tim).