HEADLINE

Yance Mesah Kuasa Hukum Keluarga Pelapor Minta Penyidik Polda NTT Memeriksa BPN kota Kupang dan Oknum MF Sebagai Saksi Dalam Penggabungan Tiga Sertifikat

 


Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang kembali mendapat sorotan publik dengan adanya isu mafia tanah, kuat dugaan ada upaya pengaburan tindak pidana.


Yance Mesah yang ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) kelas 1a kupang, (02/07), menyesalkan sikap BPN kota kupang dan pihak MF yang mengajukan permohonan penggabungan 3 (tiga) sertifikat sekaligus.


Proses penggabungan sertifikat 301, 302, 303 pada tahun 1987, menurut Yance Mesah adalah kejahatan, karena ketiga sertifikat itu ialah hasil rekayasa dari pihak BPN Kota Kupang dengan oknum MF.


Diketahui BPN Kota Kupang telah dipanggil berulang kali oleh Polda NTT sebagai saksi dalam perkara ini, karena dianggap perbuatan pidana.


Namun ada upaya permohonan penggabungan 3 (tiga) objek ini kedalam proses penyelidikan yang diduga adalah cara licik dari BPN kota kupang dengan oknum MF untuk mengaburkan tindak pidana yang dilakukan.


“Permohonan penggabungan 3 sertifikat ini adalah cara rekayasa dari BPN bersama oknum MF untuk mengaburkan tindak pidana, karena ketiga sertifikat itu adalah hasil karangan mereka sendiri yang tidak sah,” tegas Yance.


Selaku kuasa hukum keluarga pelapor, Yance Mesah juga meminta penyidik Polda NTT untuk kembali memeriksa BPN Kota Kupang dan Oknum MF sebagai saksi yang berupaya penggabungan 3 (tiga) sertifikat di dalam perkara tindak pidana. 


“Saya sebagai kuasa hukum keluarga, meminta penyidik harus kembali memeriksa BPN kota kupang dan MF berkaitan dengan mengapa sudah diperiksa sebagai saksi didalam perkara tindak pidana ini tetapi masih menunjukan permohonan penggabungan 3 sertifikat ilegal,” beber Yance.


Yance Mesah juga menyampaikan masyarakat kecil mestinya mendapat kepastian hukum terkait dengan Hak milik seseorang. yang dimanipulasi ataupun digelapkan, dipalsukan tanda tangan untuk kepentingan individu tertentu, karena orang lain catut nama pemilik, memakai pas foto, dan tanda tangan seolah-olah pemilik tanah yang jual beli padahal kepemilikan tidak sah.


Kronologi Tanah;

Permohonan penggabungan sertifikat dari saudara MF terhadap SHM No : 301 Tahun 1988, 302 Tahun 1988, 303 Tahun 1988. Yang dimana 3 sertifikat ini di pecahkan dari SHM No: 229 tahun 1986 atas nama Neldentji Nalle Ndun.


Kemudian tanah milik Neldentji Nalle Ndun No : 229 tahun 1986 ini tidak pernah dijual belikan. Saat pengukuran tanah tahun 80 an. Sertifikat milik Ibu Neldentji tidak pernah terbit, sedangkan menurut BPN Kota Kupang Sertifikat sementara berproses. Karena tidak diterbitkan sertifikat, tanah tersebut dititipkan kepada saya (Yance Tobias Mesah) sebagai ponaan untuk menjaga dari tahun 1993-2007.


Lebih lanjut Pada tahun 2007 ada aktifitas di lahan milik Ibu Neldentji Nalle Ndun, saya sebagai penerima mandat yang menjaga tanah tersebut keberatan. Saya langsung ke tempat usaha milik saudara MF, pada saat tiba saudara MF berada di luar daerah, sehingga istri dari saudara MF menjelaskan bahwa mereka tidak punya tanah di area tersebut (Bimoku).


Malah istri dari saudara MF meminta saya komunikasi dengan Duta Bangunan karena katanya tanah tersebut milik Duta Bangunan. Akan tetapi ketika Saya ke Duta Bangunan, di sana mereka mengatakan bahwa tidak memiliki lahan yang dimaksud.


Keesokan harinya saya kembali lagi ke tempat usaha MF untuk bertemu dengan stafnya yang bernama Simson Amtiran agar tidak lagi melakukan aktivitas di lokasi tersebut. Maka, Dia (Simson) komunikasi dengan saudara MF di Surabaya, bahwa MF akan kembali ke Kupang dalam waktu dekat untuk bertemu dengan saya (Yance). Setelah pertemuan itu, saudara MF menjelaskan bahwa dia beli ini tanah dari Jhon Elim.


Kami pun berusaha meminta Akta Jual Beli (AJB) antara Jhon Elim dengan tante saya (Neldentji) agar tahu persis tanda tangan dalam AJB tersebut, karena Ibu Neldentji tidak pernah menjual tanah, bahkan Ibu Neldentji sendiri tidak pernah menerima sertifikat dari BPN Kota Kupang.


Lalu saya mencoba mengecek, pada tahun 2015/2016 saya peroleh sertifikat tante saya dari Notaris Silvester Manbait Feto di Pertamina Oebelo, sekaligus meminta AJB milik (Silvester) tetapi dia minta saya koordinasi lagi dengan stafnya di Kantor Notaris.

Saya bertemu dengan staf dengan marga sine. Di sana saya mendapatkan penjelasan bahwa, yang beli tanah tersebut bukan Jhon Elim tetapi Lorenz Oematan, di situ pihak Notaris tidak mau menunjukan dokumen AJB. 


Sayapun diarahkan lagi untuk bertemu Lorenz Oematan. Setelah bertemu dengan Dia (Lorenz) mengatakan bahwa, kalau dia punya tanah seluas itu maka dia sudah kaya raya dan tidak perlu jualan lagi. Lorenz juga menjelaskan hal yang sama, Dia tidak memiliki tanah di sekitar situ (Bimoku).


Pada November 2022, Akta Jual Beli (AJB) atas nama Neldentji Nalle Ndun No. 14/IV/KKTENG1997, tgl 08 Juni 1987 saya peroleh dari saudara Marthen Bessie, yang saat itu bekerja di Notaris. Dalam AJB tersebut, saudara Marthen Bessie juga ikut tanda tangan sebagai saksi.

Karena AJB hanya foto copy, dengan halaman pada kertas keti hanya tertempel materai kosong yang tidak memiliki tanda tangan Ibu Neldentji Nalle Ndun, akan tetapi pada sudut kiri atas AJB ada tanda tangan dan paraf tapi bukan paraf dab tanda tangan Ibu Neldentji.


Maka kami minta pengacara untuk gugat ke pengadilan. Saat gugat ke pengadilan, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena harus ditarik Notaris sebagai pihak. Pada saat pembuktian baru, Notaris bawa Minuta asli dan fotocopy KTP Sementara. Disitu baru di ketahui ada KTP yang digunakan mencatut nama Neldentji Nalle Ndun, sementara foto dan tanda tangan bukan milik Ibu Neldentji Nalle Ndun.


Dari hasil penelusuran, foto di KTP Sementara dan tanda tangan pada AJB tersebut adalah merupakan milik Ibu Ida (Almarhum) istri dari almarhum Daniel Busu. Setelah ditelusuri ke Ibu Fin Busu dan anak dari Alm. Ibu Ida mereka mengatakan bahwa nama yang ada pada KTP Sementara adalah nama Mama Ani (Neldentji Nalle Ndun) akan tetapi pas foto dan tanda tangan pada AJB adalah milik Alm. Ibu Ida. 

Maka Ibu Fin Busu menyampaikan bahwa alm. Ibu Ida adalah mama kecil tetapi sudah menikah lagi. Akhirnya kami peroleh KTP alm. Ibu Ida dari anaknya. Setelah dicocokkan tanda tangan dengan KTP Sementara dan yang di AJB ternyata sama. 


Berdasarkan bukti KTP tahun 1987 dan Raport milik anak Alm. ibu Ida Tahun 1991 yang diperoleh dari anak Alm. ibu Ida tersebut maka dibuatlah laporan dugaan pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan keterangan dalam AJB ke Polda NTT dengan laporan polisi no:LP/B/273/VIII/2023/SPKT/13 Agustus 2023 tentang tindak pidana pemalsuan.


Pihak notaris juga sudah di BAP baik foto yang ada pada KTP Sementara tahun 1987 yang digunakan untuk pembuatan AJB dan tanda tangan pada AJB, sama persis dengan KTP tahun 1987 dan Raport tahun 1991 yang diberikan oleh anaknya Alm. Ibu Ida.


Saya (Yance) juga diminta sebagai saksi karena telah menemukan berkas-berkas ini, maka saya komunikasi dengan penyidik Polda bahwa, mereka pernah gelar perkara tetapi terdapat perbedaan pendapat yaitu ada yang bilang daluwarsa dan ada yang bilang tidak daluwarsa, dengan merujuk pada pasal 79 ayat 1 KUHP, namun pasal 79 ayat 1 KUHP tersebut telah dibatalkan atau telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK No.118/PUU-XX/2022 yaitu, Daluwarsa terhitung sejak barang itu diketahui, digunakan, dan menimbulkan kerugian. Yang mana putusan MK tersebut sejalan dengan Putusan MA No.2278 K/Pid/2007 tanggal 30 Juni 2008, Putusan MA No.825 K/Pid/2014 tanggal 29 Oktober 2014 menyatakan Daluwarsa terhitung sejak barang itu diketahui, digunakan dan menimbulkan kerugian.


Dengan demikian maka tidak ada lagi alasan perbedaan pendapat oleh peserta gelar perkara pada Polda NTT mengenai Daluwarsa. Karena sebelum adanya putusan MK No.118 thun 2022 sudah terdapat banyak putusan Mahkamah Agung RI telah menghukum atau memvonis bersalah Para Pelaku yang menggunakan dokumen palsu. Dan putusan Mahkamah Agung tersebut bersumber dari BAP Penyidik Kepolisian.(tim)

Baca juga