HEADLINE

Diduga Ching Mei Lakukan Pemalsuan Dokumen Tanah 3,8 Ha Desa Waiterang Kecamatan Waigete

 

SIKKA;Jejakhukumindonesia.com,CHING Mei warga Kota Uneng Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok Kabupaten Sikka diduga telah melakukan pemalsuan dokumen sertifikat tanah 3,8 ha di Desa Waiterang Kecamatan Waigete Kabupaten Sikka.


Hal ini disampaikan pihak keluarga besar Parera di Kota Uneng kepada media pada Senin, (19/8/24)  di Kota Uneng Maumere.


Kami keluarga besar menyesal dan kecewa dan Ching Mei yang punya sikap mencurigakan kaget-kaget memiliki dokumen sertifikat tanah tanpa sepengetahuan keluarga. Tanah seluas 3,8 hektar itu milik  Dudu Alm. Mang Kaka dan inang Mina (Dudu: bapak besar -red) dan kemudian tanah itu diurus oleh  Gabriel Archile Kaka anak Dudu yang terlah urus sertifikat  terbit tahun 2016. Tapi kenyataannya sudah over hak milik tahun 2018 menjadi miliknya Ching Mei tanpa sepengetahuan kami keluarga. Inikan aneh, tutur Stefanus Parera, SE.


Ching Mei juga terkesan menutupi persoalan tersebut ketika keluarga berusaha mencari tahu bagaimana tiba-tiba saja sudah memiliki sertifikat tanah dan dibalik menjadi haknya. Keluarga berulang kali datang meminta penjelasan tentang proses adanya sertifikat atas nama dirinya dan memintanya menunjukkan kwitansi serta akta jual beli, namun tidak pernah dilayani dan diladeni. Bahkan mengundang pertengkaran.


"Kami melihat Ching Mei menyembunyikan masalah ini sampai memiliki sertifikat. Sertifikat ini tidak prosedural sesuai undang-undang dan peraturan tentang kepemilikan tanah. Sertifikat tanah itu atas namanya saat jual  keluarga terkait juga harus mengetahui. Kami ingin mengetahui semua proses itu. Ching Mei tidak terbuka kepada kami," ujar Stefanus.


Stefanus sebagai saudara sepupu kandung Alm. Arche menambahkan upaya lain yang dilakukan adalah pihaknya juga telah menemui BPN Kabupaten Sikka tapi jawabannya tidak memuaskan terkesan diplomatis dan kabur.


"Ke kantor pertanahan juga kami pernah pergi tapi tidak jelas jawabannya, kurang meyakinkan mereka sebagai pihak terakhir menerbitkan sertifikat. Seharusnya mereka menunjukkan surat-surat usulan dari bawah. Karena tidak mungkin sertifikat terbit tanpa dokumen awal,  seperti kwitansi dan akta jual beli tanah. BPN kurang kooperatif dalam pelayanannya," jelas Stefanus.


Tanah 3,8 ha itu oleh BPN Kabupaten Sikka telah menerbitkan menjadi dua sertifikat  tahun 2016 dengan pemilik atas nama Gabriel Archile Kaka. Sertifikat pertama bernomor 579 dan Sertifikat kedua bernomor 580 dan berubah menjadi pemegang hak milik di tahun 2018 dengan nama Ching Mei berdasarkan proses jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPATK Gervatius Portasius Mude, SH,MH. 


Pihak notaris/ PPATK ini pun telah ditemui keluarga untuk mendapatkan informasi dan bukti dokumen proses dan bukti seperti akta jual beli dan kwitansi tapi  tidak ada transparansi sedikit pun, sehingga membuat kesan tersendiri dan penuh tanya.


"Sama saja pihak notaris kami telah pergi untuk mendapatkan informasi dan bukti juga tertutup sekali. Ada apa sebenarnya, apa mungkin karena patut diduga Ching Mei sudah mengatur mereka semua sampai lembaga pelayanan publik seperti ini," paparnya kesal.


Thrice Parera saudarinya Gabriel Archile Kaka mengatakan sikap Ching Mei yang tertutup itu jelas ada tindakan sepihak merampas dan menguasai tanah tersebut yang tidak sangkut pautnya hubungan darah dengannya. Ia telah merampok  hak asasi tanah keluarga. Keluarga datang selalu pulang dengan kecewa, karena  Ching Mei apatis tidak menghargai keluarga datang mencari kejelasan pindah hak atas tanah kepadanya.


"Saya sampai bertengkar dengan dia ketika dengan keluarga datang minta keterangan dari dia. Sikapnya tidak terbuka. Malah mengundang aduh mulut. Ini saya lihat dia melakukan perampasan atas hak kami. Kalau ada sertifikat pindah atas namanya, tentu awalnya harus ada kami keluarga juga tau. Masa tiba-tiba ada sertifikat terbit  2018 pindah tangan atas namanya. Ini tidak betul lagi," ungkap Ice sapaan akrabnya.


Sementara moat Jong orang kepercayaan sejak dari  orang tua Arche  sejak tahun 1983 untuk menjaga dan menggarap tanah tersebut, menyampaikan tanah kini sudah di  pasang plang dicat berwarna  biru dan tulisan warna putih tanah milik Ching Mei SHM nomor  579 dan 580 di jual.


"Sekarang Ching Mei sudah pasang plang biru tulisan putih tanah miliknya dengan nomor sertifikat tanah mau jual. Sementara diatas tanah itu ada bangunan, rumah yang tinggalnya. Tanah ini kalau dijual setahu saya Almarhum  pernah menjual tahun 2012 pada  Pak Didi (Didi Lusi Gudipung-red) yang tinggal di Bali   seluas 2,8 hektar dengan harga 1,3 miliar. Tanah itu ada sawah 63 petak. Waktu itu Didi baru panjar  500 juta dan ada perjanjian sertifikat diserahkan setelah dilunaskan yang sisa. Lalu sertifikat pun diproses dan baru jadi di tahun 2016 dan  moat Arche serahkan sertifikat ke moat Didi tapi moat Didi tidak mampu bayar lagi. Namun sesuai perjanjian keduanya sebelum itu untuk pelunasan diberi waktu selama satu tahun,  jika tidak hangus, tanah sebagian dijual itu diambil kembali.  Itu perjanjian keduanya," tutur Jong.


Di terus keterangannya, pak Didi kemudian menggugat di pengadilan karena tidak puas dengan perjanjian dan uangnya sebagian besar telah dibayar ke moat Ache, sisanya dia tidak mampu membayar jatuh tempo setahun sesuai perjanjian, maka hakim pengadilan memediasi disepakati moat Arche mengembalikan uang  350 juta dan 1 ha tanah dari 2,8 ha yang dijual itu dan sisanya dianggap sebagai sewa lahan. Karena diatas lahan itu Pak Didi melalui tenaga kerjanya telah menanam jati mas, almarhum minta boleh dipotong dan cabut sampai akarnya oleh pihak Didi, tanah tetap menjadi miliknya. 


"Dalam perjalanan di tahun 2022 ada orang  dari Labuan Bajo datang ke Saya bilang mau beli tanah mereka dengar dari Ching Mei yang suruh  cari tau tanah ini, karena saya sebagai orang yang jaga tanah ini. Saya bilang tanah ini tidak dijual, sudah di beli moat Didi dan ada persoalan belum lunas.  Orang ini pulang dan beberapa waktu kemudian tiba-tiba datang orang baru lagi rumah saya mau beli tanah yang disuruh Ching Mei. Saya bilang  moat Arche mau jual tanah ini untuk kembalikan Didi punya uang. Kami berdua lalu ke Ching Mei, karena dia ada pegangan foto copi  sertifikat tanah, dan anehnya  sertifikat kopian itu terbit 2018 yang telah dirubah atas namanya yang seharusnya sertifikat tanah terbit 2016 atas nama Arche," tuturnya.

 

Ching Mei lalu ajaknya ketemu moat Arche dan tanyakan kalau tanah ini dijual 75 ribu per meter bagaimana. Moat Arche bilang harga 80 ribu pun saya tidak jual. Akhirnya  muncullah  perkara Didi  gugat di Pengadilan. Karena itu menurut Jong , Didi mungkin merasa dia yang beli kok sertifikat atas nama Ching Mei. 


"Kami juga bertanya kenapa sertifikat atasan nama dia, masa semua harga tanah harus tanya di bapak tua (Arche -red). Setahu kami bapak tua pernah bilang tahun 2023 keluarkan sertifikat copi perbanyak dan edar ke masyarakat untuk beri informasi tanah ini dijual, tujuannya untuk kembalikan uang Moat Didi. Tapi rencana itu tidak jadi ketika foto copi sertifikat tanah itu sudah atas nama Ching Mei terbit tahun 2018. Itu yang mungkin Didi gugat," kisah Jong.


Dilanjutkan, Arche pun bersedia memberikan tanah ke Didi sesuai jumlah uang telah dibayar 500 juta. Kasus gugatan Didi juga melibatkan dirinya sebagai pihak terlapor.  


"Sidang pertama bapak tua sakit dan saya juga tidak hadir lagi menjaga bapak tua, maka ditunda dan hari berikutnya sesuai waktu ditentukan gelar perkara terjadi saya dengan bapak tua melalui video call saat itu saya di sampingnya. Sidang itu selesai putusan hakim agar bapak tua kembalikan uang Didi 350 juta dengan tanah satu hektar. Sedangkan uang  150 juta itu dianggap uang sewa tanah dan menurut bapak tua kalau uang sewa tanah kamu potong dan cabut jati itu sampai tanah kosong dan serahkan  tanah kosong  kepada saya.," jelas Jong.


Setelah itu tambah Jong,  "bapak tua lagi sakit Ching Mei datang dan bilang tanah ini dia beli lalu usir saya dan lapor saya ke polisi. Saya bilang saya ini tinggalkan tanah ini kecuali keluarga bapak tua. Waktu usir saya itu dia datang dengan pengacara dan ia pernah tawarkan kepada saya, karena anak saya rawat bapak tua. Kata Ching Mei apa bisa om Jong saya bayar satu bulan 1 juta rawat bapak tua. Jadi kalau dihitung dari 2018 sampai 2023 lima tahun 60 bulan berarti 60 juta.  Saya bilang biar saya susah saya tidak mau ambil uang itu. Karena bapak tua hanya pesan kepada kerja dan rawat dia, jika dia mati kubur di samping rumah di atas tanah itu. Semua perlengkapan dalam rumah itu pun tidak ada satu orang angkat termasuk keluarga dekatnya. Saat itu dia serahkan satu unit motor, rumah dan luas tanah sekitar rumah kepada  saya. Jadi saya tidak terima tawaran itu, saya ingat jasa bapak tua selama ini terhadap saya orang tanah ai orang susah, dan selama  kerja garap tanah ini saya bisa beli tanah dan bangunan rumah. Jadi sampai hari ini saya tetap ingat jasa bapak tua, walaupun berbagai upaya dilakukan Ching Mei saya libatkan polisi untuk ikut kemauannya saya tetap dengan prinsip saya, tidak mau tawarannya. Maka kalau dia bilang, dia beli buktinya dimana," kisah Jong dengan tanya.


Jong juga menerangkan bahwa bukti almarhum tidak menjual tanah ketika Ching Mei pernah datang memetik tomat di lahan itu satu ember oker besar penuh tanpa sepengetahuannya, disampaikan ke Arche, lalu beliau minta supaya buat laporan pencurian kepala desa.


"Ketika Ching Mei pernah memetik tomat satu ember oker besar penuh saya sampaikan ke pak Archi mendengar itu, dia langsung suruh saya buat laporan hukum. Kau lapor itu pencurian. Ini bukti bahwa tanah ini bukan milik Ching Mei. Tapi kaget kemudian Ching Mei klaim miliknya," jelasnya.


Woga suami Triche menuturkan tanah itu tidak ada rencana dijual oleh almarhum Arche Kaka iparnya berdasarkan rekaman pembicaraan ketika almarhum dalam keadaan sakit tak bisa bangun. 


"Ada rekaman yang saya ambil untuk menanyakan tentang tanah tersebut.Kakak Arche tidak pernah mengatakan tanah itu dijual ke Ching Mei. Tapi bisa sertifikat sudah alih tangan hak milik Ching Mei," ungkap Woga sambil dibukakan rekaman.


Dari hasil pertemuan itu keluarga bersepakat untuk tetap memiliki tanah tersebut, karena menganggap ada pemalsuan dokumen, dan akan membongkar plang informasi jual tanah dipasang Ching Mei. *(Tim)

Baca juga