HEADLINE

Kepala Ombudsman NTT Hadiri Undangan dari KSOP Kelas III Kupang dan Mendengar Keluhan Nelayan NTT Dalam Forum Syahbandar Kupang


Kupang;Jejakhukumindonesia.com,Kepala Ombudsman RI perwakilan NTT menghadiri undangan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang dalam rangka sosialisasi dan familirisasi peraturan tentang pengukuran kapal, pendaftaran kapal dan balik nama kapal bertempat di ruang rapat KSOP. Kamis,22/8/24)


Hadir dalam rapat tersebut Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), para camat, lurah, kepala desa, pihak bank dan pelaku usaha perikanan.  


Rapat tersebut dipimpin Kepala KSOP Kelas III Kupang, Simon Baon. Pada kesempatan tersebut, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Wam Nurdin menyampaikan beberapa keluhan para nelayan ketika berurusan dengan KSOP Kelas III Kupang antara lain,


 pertama; penerbitan  pas kecil kapal agar ditetapkan  standar waktu karena pas kecil kapal digunakan juga sebagai syarat untuk mendapatkan BBM. 


Kedua; surat tukang dan surat kepemilikan asli sebagai syarat pengukuran dan pendaftaran agar dikembalikan KSOP ke pemilik kapal. Pasalnya selama ini syarat asli tersebut tidak dikembalikan KSOP kepada pemilik kapal. 


Ketiga; transparansi biaya pengukuran kapal sangat diperlukan. Jika terdapat tarif pengukuran sesuai peraturan pemerintah tentang PNBP maka hal tersebut harus dipublikasi agar diketahui seluruh nelayan. Hal ini perlu guna menghindari pungutan liar dan praktek percaloan. Perihal kepastian biaya pengukuran tersebut sering menjadi alasan tersendiri bagi para pemilik kapal untuk enggan mengukur dan mendaftar di wilayah syahbandar lain yang lebih murah dan transparan biaya pengukuran kapalnya. 


Lebih lanjut Menanggapi keluhan tersebut, Kepala KSOP meminta semua kapal ikan agar mengukur dan mendaftarkan kapalnya agar memiliki dokumen resmi saat berlayar. Saat ini KSOP Kupang melakukan pelayanan jemput bola pengukuran kapal secara gratis untuk kapal dibawah 7 GT. Sedangkan untuk kapal diatas 7 GT akan dikenakan tarif sesuai ketentuan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut. 


Selanjutnya Simon juga mengharapkan agar pemilik kapal mengukur dan mendaftarkan kapal sendiri tanpa melalui calo agar tidak dikenakan biaya tambahan. Sebagai informasi bahwa substansi keluhan layanan KSOP yang diterima Ombudsman NTT beraneka rupa mulai dari pungutan pengurusan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), biaya pengurusan surat kapal yang tidak transparan  hingga  adanya keharusan pengurusan surat-surat kapal melalui agen. 


Beberapa tahun sebelumnya  kami masih menerima keluhan para nelayan bahwa sekali pengukuran hingga penerbitan surat ukur untuk kapal dengan ukuran GT 7 s/d GT 35, biaya yang dikenakan bervariasi hingga mencapai jutaan rupiah dari tarif resmi yang seharusnya dikenakan. 


Warga juga mengeluh tidak bisa mengurus sendiri surat-surat kapal dan selalu diminta menggunakan agen atau pihak ketiga dengan tarif yang tentu saja melampaui tarif resmi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 15 tahun 2016 tentang tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan KSOP. 


Lanjutnya lagi Dalam berbagai kesempatan kunjungan ke daerah, saya juga menyempatkan diri melihat Loket KSOP atau UPP di kabupaten itu. Yang saya monitor adalah;


pertama;  terkait prosedur Pelayanan Keberangkatan Kapal (Clearance Out) dan Pelayanan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) apakah memuat dasar hukum, alur pelayanan, dan jangka waktu pelayanan. 


Kedua; pada ruang tunggu akan dicek papan pajangan yang memuat: Informasi mengenai tarif pelayanan. Sebab berdasarkan Pasal 15 huruf a UU 25/2009, penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan.


 Ketiga; apakah memiliki Maklumat Pelayanan. Sebab Pasal 15 huruf b UU 25/2009, penyelenggara berkewajiban menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat  pelayanan. Pasal 1 angka 8 menyatakan “Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan”. 


Keempat; apakah KSOP/UPPsudah membentuk Unit Pelayanan Pengelolaan Pengaduan (UP3). Sebab berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU 25/2009, “Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan  menugaskan pelaksana  yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.


Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: SE 31 TAHUN 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Lingkungan Kementerian Perhubungan. 


Terima kasih kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang atas undangan dan diskusi ini. Semoga bermanfaat.(*/obm)



Baca juga